EkonomiNasional

Ini Kronologi Kasus Pembobolan Tujuh Bank Senilai Rp 836 Miliar

Bareskrim Polri

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri membongkar kasus pembobolan bank yang terjadi dalam kurun waktu Maret-Desember 2015.

Akibat pembobolan bank tersebut, tujuh bank yang menjadi korban merugi Rp 836 miliar.

Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengungkapkan, kasus pembobolan bank itu bermula saat Direktur PT Rockit Adelway berinisial HS mengajukan permohonan kredit kepada tujuh bank, baik itu swasta maupun pelat merah.

Permohonan yang diajukan untuk kredit modal kerja tersebut diajukan melalui manajer representatif kredit.

“Di sana, dia telah mengajukan dengan dokumen pendukungnya, dokumen permohonan maupun juga dilengkapi dengan agunan,” kata Agung di Kantor Bareskrim Polri di Kompleks  (KKP), Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Sesuai aturan, seorang manajer representatif kredit seharusnya mengecek dokumen permohonan yang diajukan.

Hasil pengecekan itu nantinya akan menjadi bahan acuan bagi kepala cabang untuk diteruskan ke bagian risiko, untuk dicek kembali risiko kreditnya.

Dari hasil pengecekan, barulah diketahui apakah permohonan disetujui atau tidak.

“Dari penilaian direktur risiko, kalau disetujui akan ditetapkan berapa plafonnya yang disetujui untuk diberikan kepada pemohon. Kemudian, kredit dicairkan berdasarkan pekerjaan karena permohonan yang diajukan adalah kredit modal kerja,” kata dia.

Namun, dari hasil penelusuran, purchasing order yang menjadi dasar permohonan kredit PT Rockit Aldeway, rupanya palsu.

Ada sepuluh purchasing order yang seluruh dokumennya palsu.

“Saat itu, bank belum memverifikasi itu. Kemudian karena palsu, cairlah kredit itu sesuai dengan tahapan (Maret-Desember 2015),” ujarnya.

Untuk menghindari kewajiban membayar utang, HS lantas mempailitkan perusahaannya tersebut.

Dalam kasus ini, ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain HS, penyidik juga menetapkan seseorang berinisial D, manajer representatif kredit dari salah satu bank.

Ada pun D memiliki peran sebagai pihak pertama yang seharusnya mengecek dokumen yang diajukan HS.

Namun, pengecekan itu tidak dilakukan lantaran sebelumnya ia telah disuap oleh HS sebesar Rp 700 juta untuk memudahkan proses permohonan kredit itu.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka yang telah ditangkap sejak 23 Februari lalu itu, disangka dengan sejumlah pasal, yaitu Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan, serta Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

(kompas.com)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Close