Ini Penjelasan Sekda Bolmong Terkait Pengurangan Siltap Perangkat Desa
BOLMONG – Sekretaris Daerah (Sekda) Bolaang Mongondow (Bolmong) Tahlis Gallang selaku ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bolmong angkat bicara terkait pengurangan penghasilan tetap (siltap) sangadi, dan tunjangan perangkat desa, Senin (20/2/2023) . Menurutnya, Siltap dan tunjangan perangkat desa yang diterima selama ini, bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD). Sedangkan, ADD bersumber dari dana perimbangan APBN. Tahun ini, dana perimbangan yang diterima Kabupaten Bolmong mengalami pengurangan dari pemerintah pusat, makanya berpengaruh kepada Siltap dan tunjangan para perangkat desa. ”perhitungan ADD itu adalah DAU ditambah dengan Dana bagi hasil (DBH), 10 persennya diambil sebagai ADD. Nah, ada DAU yang ditentukan penggunaannya dan ada DAU yang tidak diatur penggunaannya rumusnya berubah. Dimana, 10 persen dari DBH ditambah dengan DAU yang tidak ditentukan penggunaannya,” kata sekda.
Lanjutnya lagi, yang tidak ditentukan penggunaannya hanya Rp366 miliar lebih ditambah dengan DBH hanya Rp37 Miliar lebih sehingga totalnya hanya Rp403 miliar lebih. Ketika dialokasikan di ADD hanya Rp40 miliar lebih, sehingga menurun ada sekitar Rp15 miliar dibandingkan tahun lalu. ”Ketika dialokasikan di desa ada penurunan, otomatis Siltapnya tidak akan terbayarkan. Inilah yang jadi persoalan,” kata Sekda. Katanya lagi, ini merupakan rumus secara nasional. Alternatif penambahan bisa tapi apakah keuangan daerah mampu atau tidak. Apalagi ditambah defisit anggaran Pemkab Bolmong tahun ini Rp35 miliar. ”Silpa anggaran kita belum ada bayangan. Jadi secara nasional berkurang ADD karena rumus berubah. Ini terjadi di semua daerah bukan hanya di Bolmong saja. Nah, kenapa Bolmong berdampak karena jumlah desanya terlalu banyak,” jelas Sekda.
Ia juga mengimbau kepada seluruh perangkat desa di Bolmong, terutama bagi Sangadi bahwa pertama ini regulasi ini berlaku secara nasional. Dimana kondisi yang kita alami saat ini akibat dari krisis ekonomi yang dialami oleh negara. Apalagi ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat sekitar 95 persen.
“Kemandirian daerah kita hanya 4 persen. Berbeda dengan kabupaten Kutai, yang kemandiriannya sekitar 80 persen. Ketika negara goncang Kabupaten Kutai tidak merasakan, kalau kita sebaliknya. Jadi ini bukan karena kebijakan daerah tapi akibat kebijakan pusat dengan rumusnya yang berubah. (sal)