Ketegangan yang sering terjadi di Dumoga Besatu, menjadikan wilayah
ini sebagai momok menakutkan di Bolmong. Namun di sisi lain, Dumoga
juga menyimpan banyak sejarah membanggakan. Salah satunya tentang
kerukunan dan jiwa toleransi yang tinggi dari masyarakatnya.
Laporan: Faisal Amu – Dumoga
Keberadaan enam rumah ibadah di Desa Mopuya Selatan, Kecamatan Dumoga
Utara, belakangan ini mendapat perhatian dari wisatawan. Tak hanya
wisatawan lokal, namun wisatawan luar negeri pun sangat tertarik untuk
berkunjung. Keunikannya, rumah ibadah yang ada di sana dibangun
berdekatan, hanya dibatasi dinding setinggi dua meter. Masing-masing
Masjid Jami’ Al-Muhajirin, GMIBM (Gereja Masehi Injili Bolaang
Mongondow) anggota PGI Jemaat Immanuel Mopuya, Pura Puseh Umat Hindu,
Gereja KGPM Sidang Kalvari Mopuya, Gereja Katolik Santo Yusuf Mopuya,
dan Gereja Pantekosta. ‘’Sampai sekarang ini rumah-rumah ibadah di
sini cukup banyak pengunjung,’’ kata Camat Dumoga Utara, I Ketut Kolak
SSos MKes.
Dia menambahkan, kerukunan antar umat sangat terlihat saat perayaan
hari besar keagamaan. Momen-momen seperti itulah pengunjung cukup
banyak. Seperti Nuzulul Quran, Galungan, dan Paskah. Demikian juga
dengan acara keagamaan umat Hindu, yakni upacara Ngembak Geni. Upacara
itu setelah hari raya Nyepi, mereka melakukan Sima Karma, saling
mengunjungi untuk bermaaf-maafan. ‘’Tidak hanya antar sesama umat
Hindu, namun juga melibatkan semua agama yang ada di situ,’’ katanya.
Sementara, Bupati Bolmong Salihi Mokodongan mengatakan, simbol
pluralis di Mopuya Selatan tersebut harus terus dipertahankan dan
dilestarikan sebagai obyek wisata religius. Apalagi bagian dari
keberagaman di Indonesia. ‘’Ini harus dijaga,” kata Salihi. (***)