Ratusan PPPK Bolmong Gelar Aksi Tuntut Gaji
BOLMONG – Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Bolmong dan Dinas Pendidikan, Selasa 1 Oktober 2024. Para pegawai tersebut menyuarakan keresahan mereka terkait gaji yang belum dibayarkan selama lima bulan, serta mempertanyakan selisih yang signifikan antara Terhitung Mulai Tanggal (TMT) atau SK pengangkatan dan Surat Pernyataan Menjalankan Tugas (SPMT), yang berjarak sekitar lima bulan.
Fahri Gumer sebagai koordinator aksi menjelaskan, bahwa kekosongan pembayaran gaji selama lima bulan membuat para pegawai merasa dirugikan. “Jika melihat perbedaan antara TMT dan SPMT ini, kami mengalami kekosongan gaji selama lima bulan, yang mana ini akan mempengaruhi masa kontrak kerja kami. Kontrak kerja yang seharusnya berlangsung lima tahun otomatis tidak genap karena ada waktu kosong di awal pengangkatan,” ungkapnya.
Para PPPK tersebut telah beberapa kali menyampaikan keluhan mereka melalui jalur resmi, namun hingga saat ini belum ada kejelasan dari pihak terkait. Mereka berharap melalui aksi protes ini, pemerintah daerah segera memberikan solusi konkret terkait keterlambatan pembayaran gaji dan penyesuaian status kepegawaian mereka.
Selain itu, para pegawai juga meminta transparansi dan perbaikan dalam administrasi pengangkatan PPPK, khususnya dalam proses penyelarasan antara TMT dan SPMT yang dinilai tidak konsisten. “Kami hanya ingin hak kami sebagai ASN PPPK dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada. Keterlambatan ini sangat mempengaruhi kesejahteraan kami,” imbuh Fahri.
Sementara itu, jajaran Pemkab Bolmong menerima langsung aksi tersebut yakni Asisten I Deker Rompas, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Umarudin Amba, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Ashari Sugeha, Kepala Dinas Pendidikan Farida Mooduto, dan Kadis Pol PP Zulfadli Binol.
Kata Ashari, BKD akan membayar jika berkas pengusulan gaji sudah masuk ke BKD, karena teknisnya ada di masing-masing instansi. Namun, ia juga mengakui kendala pembayaran gaji PPPK karena proses dokumen secara kolektif. “Ada kesalahan dokumen yang diisi oleh PPPK. Misalnya, ada yang belum menikah diisi sudah menikah. Ada juga yang belum punya anak diisi sudah punya anak. Nah, ini yang disuruh review oleh Inspektorat,” katanya. Lanjutnya lagi, Kebanyakan PPPK tersebar di dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Terdapat 50 dokumen milik PPPK yang direview karena ditemukan tidak sesuai. “Seperti di Dinas Pendidikan ada 33 dokumen, dan di Dinas Kesehatan ada 17 dokumen yang diperbaiki. Karena proses pembayara gaji, dokumennya secara kolektif,” pungkasnya. (sal)